Bangkitkan Semangat 1928 di Era Global: Tantangan Baru Pemuda Indonesia

oleh Ismail Fajar Romdhon

30 Oktober 2025 | 11:14

Faizal Rizqi Sawalludun M.Pd Ketua Bidang Kajian, Riset & Teknologi PP Hima Persis

Bangkitkan Semangat 1928 di Era Global: Tantangan Baru Pemuda Indonesia

Oleh: Faizal Rizqi Sawalludun M.Pd

Ketua Bidang Kajian, Riset & Teknologi PP Hima Persis



Setiap perubahan besar dalam sejarah Indonesia selalu diawali oleh kebangkitan kesadaran pemuda. (Anhar Gonggong)


KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA

KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA

KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA


Teks Sumpah Pemuda pada Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928



Bangsa Indonesia tidak lahir secara tiba-tiba, melainkan melalui proses panjang perjuangan dan kesadaran historis. Sumpah Pemuda tahun 1928 menjadi simbol kebangkitan nasional yang mempersatukan berbagai elemen pemuda dari latar belakang etnis, agama, dan daerah. Hal tersebut salah satunya berkaitan dengan konteks sejarah kolonial, bahwa perbedaan daerah sering dimanfaatkan oleh penjajah untuk melemahkan solidaritas antar penduduk pribumi. Oleh karena itu, munculnya Sumpah Pemuda menjadi momen lahirnya kesadaran nasional yang melampaui sekat-sekat primordial.


Secara konseptual, kebangsaan dalam Sumpah Pemuda merupakan identitas kolektif yang berlandaskan pada kesamaan tujuan dan cita-cita kemerdekaan. Kesadaran tersebut menjadi dasar lahirnya bangsa Indonesia sebagai komunitas politik modern yang diikat oleh semangat persatuan dan kesetaraan.


Namun, hampir satu abad kemudian, makna Sumpah Pemuda perlu dibaca ulang. Di tengah derasnya arus globalisasi, perkembangan teknologi, dan tantangan geopolitik dunia, semangat persatuan dan kebangsaan diuji dalam berbagai tantangan baru.


Sumpah Pemuda dalam Perspektif Kebangsaan


Dalam kajian ilmu sosial dan sejarah, kebangsaan (nationalism) dipahami sebagai ide dan gerakan yang menegaskan adanya identitas bersama dalam satu kesatuan politik, budaya, dan sosial. Menurut Benedict Anderson (1983) dalam Imagined Communities, bangsa adalah komunitas politik yang dibayangkan, karena anggotanya merasa bersatu walaupun tidak saling mengenal secara langsung.


Dalam konteks Indonesia, kebangsaan tidak bersifat homogen, melainkan terbentuk dari keberagaman. Oleh sebab itu, nilai-nilai yang dikandung dalam Sumpah Pemuda menjadi sangat penting serta menjadi fondasi konseptual terbentuknya identitas nasional Indonesia.


Sumpah Pemuda adalah puncak dari proses panjang pencarian jati diri bangsa. Para pemuda 1928 berhasil mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa daerah di bawah satu identitas nasional. Inilah cikal bakal lahirnya nasionalisme Indonesia, sebuah konsep yang memandang keberagaman sebagai kekuatan, bukan perpecahan.


Sumpah Pemuda merupakan hasil dari dinamika pergerakan nasional yang mulai menyadari pentingnya persatuan. Para pemuda menyadari bahwa perjuangan melawan penjajah tidak dapat dilakukan secara terpisah berdasarkan daerah. Dengan demikian, Sumpah Pemuda menandai pergeseran paradigma perjuangan dari lokalitas menuju nasionalitas. Inilah momen di mana Indonesia untuk pertama kalinya dipahami sebagai satu kesatuan bangsa.


Sumpah Pemuda Perspektif Tantangan Global


Menurut Sartono Kartodirdjo, gerakan pemuda merupakan motor sejarah perubahan bangsa. Dari masa pergerakan nasional hingga reformasi, pemuda selalu menjadi kekuatan moral dan sosial yang menumbuhkan kesadaran kebangsaan. Nilai yang terkandung dalam Sumpah Pemuda menjadi modal penting dalam menjaga keutuhan bangsa di era modern.


Memasuki abad ke-21, dunia menghadapi transformasi besar. Globalisasi dan teknologi digital telah mengubah cara manusia berinteraksi, belajar, bekerja, bahkan memandang dirinya sebagai bagian dari komunitas global. Pemuda Indonesia kini hidup dalam dunia yang terhubung lintas batas, di mana budaya global informasi cepat, dan ekonomi digital memengaruhi gaya hidup serta pola pikir. Tantangannya bukan lagi perang fisik, melainkan perang nilai dan identitas.


Menurut Taufik Abdullah, pemuda adalah simbol harapan sekaligus ujian bagi bangsa. Tantangan kebangsaan saat ini adalah bagaimana menjaga rasa cinta tanah air di tengah derasnya pengaruh luar yang kadang melemahkan semangat nasionalisme. Fenomena seperti polarisasi politik, intoleransi, serta menurunnya kesantunan berbahasa di media sosial menunjukkan adanya krisis karakter kebangsaan yang perlu diatasi.


Teknologi digital telah mengubah cara berpikir, berinteraksi, dan berbudaya. Media sosial membuat dunia seolah tanpa batas, tetapi juga menghadirkan krisis identitas nasional. Banyak generasi muda lebih akrab dengan budaya global ketimbang sejarah bangsanya sendiri. Mereka fasih berbahasa asing, tetapi mulai canggung menulis dan berbicara dengan Bahasa Indonesia yang baik. Padahal, semangat “bahasa persatuan” dalam Sumpah Pemuda bukan hanya soal komunikasi, tetapi simbol eksistensi budaya dan kedaulatan identitas bangsa.


Revolusi Industri 4.0 dan era kecerdasan buatan menuntut pemuda menjadi agen inovasi dan penggerak ekonomi nasional. Jika dulu perjuangan dilakukan dengan bambu runcing, kini medan perjuangan berada di ruang digital dan teknologi. Pemuda Indonesia harus bersatu, berkolaborasi, dan berdaya saing agar tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi pelopor lahirnya inovasi.


Dalam dunia global, ekonomi menjadi arena utama perjuangan bangsa. Pemuda dituntut menjadi pelaku ekonomi kreatif dan inovatif yang dapat membawa produk dan ide Indonesia ke panggung dunia. Semangat “berbangsa satu” harus diwujudkan dalam kerja sama lintas daerah dan profesi untuk memperkuat kemandirian ekonomi nasional.



BACA JUGA:

Hari Santri dan Paradigma Ilmuan-Ulama