Koperasi Umat di Tengah Tantangan
Ekonomi Global dan Digitalisasi
Oleh
Aay Mohamad Furkon
Pengurus Lembaga Penggerak Ekonomi Umat MUI
Ketua Bidang Maliyah dan Ijtimaiyah Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS)
Dampak Ketidakpastian Global terhadap Ekonomi Umat
Ketidakpastian ekonomi global dalam beberapa tahun terakhir memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi umat, terutama melalui jalur inflasi, fluktuasi nilai tukar, dan perlambatan perdagangan dunia. Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat pertumbuhan ekonomi global pada 2023 hanya sekitar 3,0 persen, lebih rendah dibandingkan rata-rata historis sebelum pandemi yang mencapai 3,8 persen. Perlambatan ini berdampak langsung pada negara berkembang, termasuk Indonesia, melalui penurunan permintaan ekspor dan tekanan harga impor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia pada 2022 sempat mencapai 5,51 persen secara tahunan, tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. Kenaikan harga pangan dan energi paling dirasakan oleh kelompok masyarakat berpendapatan rendah, yang mayoritas merupakan bagian dari ekonomi umat. Bank Dunia menyebutkan bahwa sekitar 60 persen rumah tangga berpendapatan rendah di negara berkembang sangat rentan terhadap guncangan harga global. Kondisi ini menekan daya beli dan meningkatkan risiko kemiskinan baru. Dalam konteks ini, koperasi umat menjadi salah satu instrumen penting untuk menjaga ketahanan ekonomi komunitas. Peran koperasi sebagai penyangga ekonomi lokal semakin relevan di tengah ketidakpastian global yang berkepanjangan.
Ketidakpastian global juga berdampak pada sektor pembiayaan dan akses modal bagi pelaku usaha mikro dan kecil yang banyak bergantung pada koperasi. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa pada 2023 penyaluran kredit UMKM tumbuh melambat menjadi sekitar 8,4 persen, dibandingkan 14,8 persen pada tahun sebelumnya. Perlambatan ini dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga acuan global yang mendorong biaya dana menjadi lebih mahal. Bagi umat, khususnya pelaku usaha mikro berbasis komunitas masjid dan pesantren, keterbatasan akses pembiayaan dapat menghambat keberlanjutan usaha. Kementerian Koperasi dan UKM mencatat terdapat lebih dari 127 ribu koperasi aktif di Indonesia pada 2022, dengan anggota mencapai sekitar 29 juta orang. Sebagian besar koperasi tersebut bergerak di sektor simpan pinjam dan konsumsi. Ketika likuiditas global mengetat, koperasi menghadapi tantangan dalam menjaga arus kas dan kualitas pembiayaan. Kondisi ini berpotensi meningkatkan rasio kredit bermasalah di tingkat koperasi. Oleh karena itu, penguatan tata kelola dan manajemen risiko koperasi umat menjadi semakin mendesak. Ketahanan koperasi akan sangat menentukan daya tahan ekonomi umat secara keseluruhan.
Selain aspek finansial, ketidakpastian global juga berdampak pada aspek sosial ekonomi umat, seperti ketenagakerjaan dan tingkat kesejahteraan. Organisasi Buruh Internasional (ILO) melaporkan bahwa pemulihan pasar tenaga kerja global masih belum merata, dengan tingkat pengangguran dunia sekitar 5,1 persen pada 2023. Di Indonesia, BPS mencatat tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,32 persen pada Agustus 2023, dengan sebagian besar berada di sektor informal. Sektor informal ini merupakan basis ekonomi umat yang banyak bergantung pada solidaritas dan pembiayaan berbasis komunitas. Koperasi umat berpotensi menjadi sarana mitigasi risiko sosial melalui penciptaan lapangan kerja dan distribusi manfaat ekonomi. Data Kemenkop UKM menunjukkan bahwa koperasi menyerap lebih dari 4 juta tenaga kerja secara langsung. Dalam situasi global yang tidak menentu, peran ini menjadi semakin strategis. Namun, tanpa adaptasi terhadap perubahan struktural ekonomi, koperasi berisiko tertinggal. Oleh karena itu, respons koperasi umat terhadap ketidakpastian global harus bersifat adaptif dan inovatif. Pendekatan berbasis nilai kebersamaan dan kemandirian ekonomi menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini.
Digitalisasi Koperasi sebagai Keharusan, Bukan Pilihan
Digitalisasi koperasi merupakan keniscayaan di tengah transformasi ekonomi digital yang semakin cepat. Bank Indonesia mencatat nilai transaksi ekonomi dan keuangan digital Indonesia pada 2023 mencapai lebih dari Rp4.300 triliun, tumbuh sekitar 13 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini menunjukkan perubahan perilaku masyarakat yang semakin mengandalkan layanan digital. Bagi koperasi umat, kondisi ini menjadi tantangan sekaligus peluang untuk memperluas jangkauan layanan. Data Kemenkop UKM menunjukkan bahwa baru sekitar 34 persen koperasi yang telah memanfaatkan teknologi digital dalam operasionalnya. Angka ini menunjukkan adanya kesenjangan digital yang cukup besar. Tanpa digitalisasi, koperasi berisiko kehilangan relevansi di tengah persaingan dengan lembaga keuangan digital dan fintech. Digitalisasi memungkinkan koperasi meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Selain itu, teknologi digital dapat menurunkan biaya operasional hingga 20–30 persen menurut studi McKinsey. Oleh karena itu, digitalisasi bukan lagi pilihan strategis, melainkan kebutuhan mendasar bagi keberlanjutan koperasi umat. Transformasi digital harus dipahami sebagai investasi jangka panjang untuk memperkuat daya saing.
Penerapan digitalisasi pada koperasi umat juga berpotensi meningkatkan inklusi keuangan syariah. OJK mencatat tingkat inklusi keuangan Indonesia pada 2022 mencapai 85,1 persen, namun inklusi keuangan syariah baru sekitar 12,1 persen. Kesenjangan ini menunjukkan ruang besar bagi koperasi syariah untuk berperan lebih aktif. Melalui platform digital, koperasi dapat menjangkau anggota di daerah terpencil dengan biaya yang lebih rendah. Layanan seperti mobile banking koperasi, pencatatan keuangan digital, dan marketplace produk anggota dapat meningkatkan partisipasi ekonomi umat. Studi Bank Dunia menunjukkan bahwa digitalisasi layanan keuangan dapat meningkatkan pendapatan UMKM hingga 20 persen. Bagi koperasi umat, peningkatan ini berarti penguatan basis ekonomi anggota. Namun, tantangan literasi digital masih cukup besar. Survei BPS menunjukkan indeks literasi digital Indonesia pada 2022 berada di angka 3,54 dari skala 5. Oleh karena itu, digitalisasi koperasi harus disertai dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Pendekatan bertahap dan inklusif menjadi kunci keberhasilan transformasi digital koperasi.
Meski demikian, digitalisasi koperasi umat juga membawa risiko baru yang perlu dikelola secara serius. Ancaman keamanan siber menjadi salah satu tantangan utama dalam pengelolaan sistem digital. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat lebih dari 370 juta anomali trafik siber di Indonesia sepanjang 2022. Koperasi yang belum memiliki sistem keamanan memadai sangat rentan terhadap kebocoran data dan penipuan digital. Selain itu, ketergantungan pada teknologi pihak ketiga dapat menimbulkan risiko tata kelola dan kepatuhan. Koperasi umat harus memastikan bahwa sistem digital yang digunakan sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Digitalisasi juga berpotensi menciptakan eksklusi bagi anggota yang tidak memiliki akses atau kemampuan digital. Oleh karena itu, transformasi digital harus dirancang dengan prinsip keadilan dan keberpihakan pada anggota. Pendampingan dan edukasi menjadi elemen penting dalam proses ini. Dengan pengelolaan yang tepat, risiko digitalisasi dapat diminimalkan. Koperasi umat perlu menempatkan teknologi sebagai alat, bukan tujuan akhir. (Referensi: BSSN, 2022; OJK, 2023; Kemenkop UKM, 2022)
Peran MUI dalam Memastikan Transformasi Digital Tetap Beretika dan Syariah
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki peran strategis dalam memastikan transformasi digital koperasi umat berjalan sesuai prinsip etika dan syariah. Dalam konteks ekonomi digital, muncul berbagai model transaksi dan produk keuangan baru yang memerlukan kejelasan hukum syariah. Dewan Syariah Nasional MUI (DSN-MUI) telah menerbitkan lebih dari 130 fatwa terkait ekonomi syariah hingga 2023. Fatwa-fatwa ini menjadi rujukan utama bagi koperasi syariah dalam mengembangkan produk dan layanan digital. Data OJK menunjukkan bahwa aset keuangan syariah Indonesia mencapai Rp2.300 triliun pada 2023, dengan pertumbuhan rata-rata di atas 10 persen per tahun. Pertumbuhan ini menuntut pengawasan dan panduan syariah yang semakin kuat. MUI berperan memastikan bahwa inovasi digital tidak menyimpang dari prinsip keadilan, transparansi, dan larangan riba. Selain itu, aspek perlindungan konsumen juga menjadi perhatian utama. Dalam ekosistem digital, potensi gharar dan ketidakjelasan akad dapat meningkat. Oleh karena itu, peran MUI menjadi krusial dalam menjaga kepercayaan umat. Sinergi antara MUI, koperasi, dan regulator menjadi fondasi transformasi digital yang berkelanjutan. (Referensi: DSN-MUI, 2023; OJK, 2023; Bank Indonesia, 2023)
Selain melalui fatwa, MUI juga berperan dalam edukasi dan literasi ekonomi digital syariah. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan OJK menunjukkan bahwa literasi keuangan syariah baru mencapai 9,1 persen pada 2022. Angka ini menunjukkan tantangan besar dalam pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan syariah, termasuk yang berbasis digital. MUI melalui berbagai program sosialisasi dan pelatihan dapat menjembatani kesenjangan literasi tersebut. Keterlibatan ulama dan dai dalam menyampaikan pesan ekonomi syariah digital dapat meningkatkan penerimaan masyarakat. Data Kementerian Agama menunjukkan terdapat lebih dari 800 ribu masjid di Indonesia yang berpotensi menjadi pusat edukasi ekonomi umat. Pemanfaatan jaringan ini dapat memperkuat ekosistem koperasi digital syariah. Edukasi yang memadai akan membantu anggota koperasi memahami hak dan kewajiban dalam transaksi digital. Hal ini penting untuk mencegah praktik yang merugikan salah satu pihak. Dengan literasi yang baik, transformasi digital dapat berjalan lebih inklusif dan berkeadilan. Peran MUI sebagai otoritas moral dan keagamaan menjadi sangat relevan dalam konteks ini. (Referensi: OJK, 2022; Kementerian Agama, 2023; DSN-MUI, 2023)
Di sisi lain, MUI juga berperan dalam mendorong penguatan etika digital dalam tata kelola koperasi umat. Etika digital mencakup aspek kejujuran, perlindungan data pribadi, dan tanggung jawab sosial. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang disahkan pada 2022 memberikan kerangka hukum, namun implementasi etis memerlukan panduan nilai. MUI dapat memberikan perspektif etika Islam dalam pengelolaan data dan teknologi. Data menunjukkan bahwa 62 persen pengguna digital di Indonesia khawatir terhadap penyalahgunaan data pribadi menurut survei Katadata Insight Center 2022. Kekhawatiran ini juga dirasakan oleh anggota koperasi. Dengan pendekatan etika syariah, koperasi dapat membangun kepercayaan jangka panjang. MUI dapat mendorong standar etika digital berbasis maqashid syariah. Prinsip menjaga harta, jiwa, dan kehormatan menjadi relevan dalam konteks digital. Koperasi yang beretika akan lebih tahan terhadap krisis kepercayaan. Dalam jangka panjang, etika digital menjadi keunggulan kompetitif koperasi umat. Peran MUI dalam aspek ini tidak hanya normatif, tetapi juga strategis. (Referensi: Katadata Insight Center, 2022; UU PDP, 2022; DSN-MUI, 2023)
BACA JUGA:PW PERSIS Sumut Gelar Daurah Syariah dan Sosialisasi Pembentukan Koperasi Syariah